Jaman gini masih pacaran ?
“Sudah punya pacar belum ?“ itu pertanyaan umum yang bakal dilontarkan kepada pemuda ataupun pemudi yang dianggap sudah memasuki masa subur secara biologis. Pacar diartikan lawan jenis yang memikat hati dan sesuai dengan pilihan pribadi, kemudian dalam berpacaran tersebut terdapat komitmen yang kedudukannya setingkat di bawah komitmen nikah.
Pacaran menjadi tren baru remaja di era millennium. Pacaran dilakukan sebagai fase mencari jodoh. Layaknya akan membeli barang, konsumen sebisa mungkin menguji kualitas barang tersebut. Pembelian barang dianalogikan dengan pernikahan. Sebuah keluarga yang diawali dengan pernikahan merupakan ikatan perjanjian yang kuat. Perjanjian yang meminta adanya konsekuensi hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Pernikahan berkaitan dengan ikatan moral untuk saling bertanggung jawab dan berkontribusi.
Budaya Timur termasuk Indonesia di dalamnya sangat identik dengan budaya permisif. Terdapat pengaruh yang kuat dari norma agama terhadap peri kehidupan bermasyarakat. Hal yang menarik ketika berbicara mengenai pacaran saat dibenturkan dengan budaya timur tersebut.
Pada jaman mudanya kakek-nenek kita , masih erat adanya perjodohan oleh orangtua. Hubungan antara pria dan wanita dewasa sangat dibatasi. Bahkan hal ini dianggap kolot oleh pihak Barat. Pada jaman mudanya bapak-ibu kita, perjodohan sudah agak dikurangi. Pacaran mulai menjadi fenomena. Meskipun kuantitas dan kualitas pacarannya pun masih sangat terbatas.
Sementara hari ini pergaulan antara pria dan wanita semakin bebas. Sangat mudah ditemui pasangan muda-mudi menyendiri berduaan di tempat sepi, berjalan berduaan, saling berpegangan tangan, berpelukan, bahkan hingga saling bercumbu. Bahkan hari ini dengan semakin kuatnya peran media dalam masyarakat, budaya non timur tersebut merebak di hampir seluruh negeri. Tak terkecuali kota dan desa. Tak terbatas usia, dari orang dewasa hingga anak usia SD.
Seiring dengan semakin bebasnya pergaulan pria dan wanita, data di lapangan menunjukkan potensi terjadinya hubungan seks di luar nikah yang semakin tinggi. Bahkan menjamurnya video-video porno pelakunya didominasi oleh kalangan muda-mudi yang belum menikah. Ini terjadi karena kebutuhan saling mencintai termasuk saling memuaskan kebutuhan nafsu bisa didapat dengan liar. Secara logis kebutuhan seks bisa dipenuhi kapan saja dimana saja dan dengan siapa saja tanpa harus melalui syarat pernikahan.
Parahnya lagi, pacaran tidak terbatas pada usia muda yang belum menikah. Orang-orang yang sudah menikah pun banyak juga yang melakukan pacaran dengan orang lain. Jika batasan pacaran ialah hubungan antar lawan jenis di luar nikah, maka perselingkuhan pun tergolong kriteria pacaran. Hanya saja kuantitas perselingkuhan belum setinggi pacaran.
Media pun seolah dengan sengaja mendukung proyek imitasi budaya Barat ini. Acara-acara sinetron atau film bahkan menjadikan pacaran dan selingkuh sebagai bagian utama cerita. Media justru menampilkan nikmatnya pacaran dan perselingkuhan alih-alih mempersuasikan keburukan fenomena itu.
Perlu ada tindakan tegas dari segala elemen bangsa, terutama berawal dari unit terkecil yaitu keluarga. Sekali mentoleransi atau memaklumi perilaku ini sama saja mendukung merasuknya kejelekan-kejelekan budaya Barat pada bangsa kita. Selain adanya hukuman secara adat, kesusilaan, dan agama, kiranya perlu juga ada sanksi yang tegas, keras, dan berefek jera dari sudut hukum. Hubungan percintaan antar lawan jenis sebaiknya segera difasilitasi oleh pihak keluarga maupun pemerintah. Caranya dengan mempermudah proses pernikahan antar keduanya. Dengan pernikahan dini sekaligus secara tidak langsung akan menggiring generasi muda untuk selalu siap bertanggung jawab dan bersikap dewasa.
Para remaja identik dengan sifat emosional, punya rasa ingin tahu dan penasaran yang lebih, mulai ada keberminatan yang sampai pada level fanatik, mulai tertarik dengan lawan jenis, dan merupakan masa krisis dalam pencarian jati diri. Oleh karena itu, kelebihan semangat pada remaja tersebut harus bisa diarahkan dan difasilitasi ke jalan yang benar. Jika lingkungan justru dominan mendukung mereka ke arah yang salah maka tak heran arah itu pula yang akan diambil.
Pengalihan semangat yang baik bisa dalam hal minat terhadap sosial, agama, dan ilmu pengetahuan. Untuk itu perlu digalakkan banyak program sosial, agama, dan ilmu pengetahuan sebagai pengisi waktu-waktu mereka. Jika waktu para remaja tidak dialokasikan pada hal-hal bermanfaat maka pastilah waktu tersebut akan terbuang untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya kecil dan tidak penting. Kebanyakan remaja pacaran karena tidak ada kegiatan bermanfaat yang menyibukkannya.
Semakin banyak remaja yang menyibukkan diri dengan pacaran maka semakin mustahil bangsa ini akan mengalami perbaikan. Banyak sekali pemborosan yang ditimbulkan dari perilaku pacaran ini, diantaranya boros waktu, harta, tenaga, dan perasaan. Pemuda adalah pewaris bangsa, jangan sampai negeri ini bertahan menjadi bangsa bodoh karena tidak bisa mendayagunakan sumber daya yang ada.