Jumat, 13 Juni 2008


Memposisikan Islam dan HAM semestinya

Islam itu agama, tentu seharusnya pengertiannya lebih luas daripada ideologi. Islam merupakan system nilai, asas, pedoman hidup, sumber keyakinan. Agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan, dari hal kecil seperti menyingkirkan duri hingga hal besar seperti menciptakan pemerintahan yang adil. Begitulah memposisikan Islam semestinya.

Akan tetapi aliran sekulerisme seringkali mendudukkan Islam sama dengan kedudukan agama lainnya yang hanya terbatas pada keyakinan pribadi. Atau lebih tepatnya memposisikan agama agar tidak mencampuri urusan dunia umatnya. Padahal sekali-kali tidak, karena memang Islam itu istimewa.

Islam ialah aturan yang sudah memiliki fondasi lengkap dan kuat agar umatnya juga mengurusi dunia. Dalam Islam tidak ada kebebasan penafsiran seperti apa yang dilakukan terhadap kitab-kitab Injil. Tetapi juga tidak dapat dipungkiri adanya pemanfaatan Islam untuk kepentingan pribadi. Meskipun demikian, konfigurasi di dalam Islam sendiri masih mampu mengurangi kebebasan penafsiran yang terlalu berlebihan.

Hak asasi manusia (HAM) pada dasarnya merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai Islam itu sendiri. Meskipun banyak orang tidak mengakui adanya kesamaan tersebut. Bahkan cenderung memposisikan HAM sebagai antitesis agama.

Banyak analisis yang mengatakan bahwa sepanjang 2007 banyak terjadi kekerasan mengatasnamakan agama. Hal tersebut perlu benar-benar dikaji secara komprehensif. Yaitu dengan tidak menafikkan terhadap ajaran islam itu sendiri yang sudah menjadi kebenaran umum di kalangan pengikutnya. Merebaknya aliran Ahmadiyah, Salamullah, dan Al Qiyadah wal Jundiyah jika hanya dikaji dari satu sisi tentunya disimpulkan terjadinya pelanggaran HAM. Para pejuang HAM menganggap aliran-aliran tersebut adalah bentuk kebebasan dalam berkeyakinan.

Kalau dilihat dari nas-nas Quran maupun sumber hukum Islam lainnya, ada batasan-batasan suatu pendapat atau cara beragama yang masih diijinkan. Yaitu ketika masih berada dalam koridor hal-hal yang sifatnya ushul (prinsip). Sedangkan kebebasan yang ada hanya dalam wilayah furu’ (percabangan).

Koridor ushul bisa diartikan saat tidak ada perbedaan mencolok di kalangan ulama dan memang pun tidak memungkinkan dari sumber hukumnya sendiri untuk terjadi perbedaan tersebut. Berbeda halnya dalam wilayah furu’, yang banyak sekali terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Empat mazhab besar Islam merupakan salah satu buktinya. Hal ini bisa terjadi karena dari sumber hukumnya sendiri sangat memungkinkan terjadi perbedaan penafsiran.

Dalam hal ini, Ahmadiyah, Salamullah, dan Al Qiyadah wal Jundiyah didapati melanggar koridor ushul. Ahmadiyah dengan ajaran nabi barunya, padahal sudah menjadi kesepakatan ulama bahwa Muhammad adalah nabi terakhir. Salamullah dengan wahyu ala malaikat Jibrilnya, padahal juga sudah menjadi kesepakatan ulama bahwa wahyu Allah yang disampaikan Jibril berakhir sampai Nabi Muhammad saja. Al Qiyadah wal Jundiyah dengan kalimat khusus syahadatnya, ini lebih jelas lagi mengangkangi dalil yang ada.

Sangat disayangkan saat pejuang HAM justru tidak menghargai keyakinan umat Islam itu sendiri. Kebanyakan kekerasan justru dilakukan ketika umat islam sudah melalui proses peringatan dan menasehati secara damai. Hal ini seperti yang diajarkan oleh Rasulullah agar terlebih dahulu memeriksa kebenaraan suatu berita serta agar menasehati orang lain dengan hikmah dan cara-cara yang baik.

Munculnya aliran-aliran yang menyimpang dari Islam tersebut seperti halnya kriminalitas dalam agama. Kriminalitas diartikan sebagai pelanggaran terhadap suatu aturan formal. Begitu pula aliran-aliran tersebut sama dengan melakukan pelanggaran terhadap nilai agama.

Sayangnya terjadi perbedaan perlakuan antara aturan secara umum dan agama. Aturan memang lebih materialistis, sedangkan agama dianggap sebagai hal yang khayal yang belum teruji kebenarannya secara material. Pandangan seperti ini merupakan cara berpikir kebanyakan masyarakat Barat yang materialistis. Sedangkan umat Islam justru yang pertama diajarkan tentang iman, yaitu percaya terhadap hal-hal gaib yang jelas-jelas tidak mampu dijangkau secara materi. Begitu pula halnya dengan kepercayaan atau cara berpikir kebanyakan orang Timur.

Barat berusaha merekayasa dunia dengan tiga hal, demokrasi, sekulerisme, dan HAM. Ketiga hal tersebut diperjuangkan untuk menjadi Tuhan-Tuhan baru di era sekarang. Jelas sekali terlihat bahwa ketiganya sampai berani melawan norma-norma lain, termasuk norma agama.

Untuk itu, sebagai bangsa yang beragama harusnya bisa memposisikan demokrasi, sekulerisme, dan HAM sebagaimana mestinya. Yaitu tidak sampai mendudukkannya sebagai Tuhan. Cukup menjadi referensi dalam memunculkan wacana-wacana baru. Tidak sampai mengalahkan prinsip yang kuat, padahal prinsip itu sama-sama sudah kita sepakati bersama. Silahkan Ahmadiyah, Salamullah, dan Al Qiyadah Al Islamiyah menjalankan keyakinannya asal jangan membawa-bawa nama Islam. Karena Islam sudah punya rambu-rambu yang jelas yang disepakati bersama. Begitu juga kalau memang pejuang-pejuang HAM berani, kenapa tidak mereka tinggalkan saja agama-agama mereka.







1 komentar:

Unknown mengatakan...

artikel anda bagus dan menarik, artikel anda:
agama terhangat
"Artikel anda di infogue"

anda bisa promosikan artikel anda di www.infogue.com yang akan berguna untuk semua pembaca. Telah tersedia plugin/ widget vote & kirim berita yang ter-integrasi dengan sekali instalasi mudah bagi pengguna. Salam!


Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Gowns. Powered by Blogger