Sabtu, 03 Maret 2007

Persembahan untuk Bangsa

Menulis, apapun akan menjadi pekerjaan mengasyikkan saat kita berpikir bahwa itu asyik. Namun, memang membutuhkan sebuah semangat dan tekad yang besar untuk kemudian membiasakannya. Seperti kata-kata rayuan seorang pengedar narkoba, ”tak ada salahnya mencoba”, sehingga harapannya kita bisa menjadi ketagihan terhadap yang kita coba tadi. Bahkan, menulis itu barangkali lebih dahsyat efeknya daripada sebuah pil harkotika. Karena disinilah kita bisa mengaktualisasikan segala emosi, potensi, dan apapun yang ingin kita tumpahkan dari diri kita. Sebuah kepuasan yang bisa jadi melupakan sejenak segala permasalahan bahkan bisa jadi kepuasan itu memutarbalikkan masalah menjadi sebuah pelecut semangat. Hari ini, entah untuk kesekian kalinya, kucoba lagi untuk memaksakan jari-jemari ini untuk menuliskan apapun, minimal melatih jari tangan ini untuk berolahraga ketik, sebuah olahraga yang jarang terpikirkan.

Tersebutlah di suatu negeri seorang anak yang secara fisik, kurang memadai, kulit hitam, pendek, meski tidak terlalu buruk rupa, namun kelemahan fisik itu terkadang membuatnya tidak percaya diri. Ada satu keunggulan yang tidak dipunya orang lain, yaitu kecerdasan otaknya. Sayangnya, tabiat manusia yang suka mengeluh dan kurang bisa mensyukuri karunia Allah, membuatnya seringkali tidak cukup puas walaupun prestasi akademik di sekolahnya sudah ditaklukkan. Dia terus saja mengejar segalanya, seolah seisi dunia ini hendak menjadi miliknya. Cerita di atas tampaknya sudah terlalu sering melintasi pikiran kita, entah karena kita yang mengalaminya atau karena kita sudah sering mendapatkan cerita seperti itu. Sebuah pemikiran yang sempit, karena tidak mungkin manusia bisa sempurna, menguasai segalanya. Bahkan, Bill Gates yang kaya pun, konon sudah bosan dengan kekayaannya. Memang anehnya manusia, seringkali tidak mudah percaya dengan perkataan atau nasehat orang lain sebelum dia mengalami sendiri. Selalu saja merasa kurang dengan pemberian Allah.

Sebenarnya amat disayangkan saat kita justru lebih sering berkonflik dengan diri sendiri seperti cerita diatas terkait hal-hal yang menurut saya sungguh sangat kecil jika dibanding permasalahan bangsa ini, yang benar-benar membutuhkan sebuah solusi konkret dari masing-masing kita. Bangsa ini sudah bosan dengan wacana, tetapi benar-benar menunggu aksi konkret anggota bangsa. Sebuah permasalahan yang kompleks bukanlah untuk dihindari atau bahkan semakin diperparah, tetapi untuk dicicil untuk digarap bersama, kalau tidak bisa secara cepat, secara perlahan pun tak mengapa. Asal solusi tidak berjalan mundur saja.

Sikap-sikap politisi negeri ini akhir-akhir ini benar-benar semakin menunjukkan kalau kita memang harus menunggu satu generasi berganti. Karena mereka sama sekali tidak menunjukkan semangat membangun bersama bangsa, saat mereka justru lebih mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok, golongan, atau bahkan konstituennya. Sikap-sikap yang tidak dewasa dari pejabat-pejabat kita, semakin membuat miris ibu pertiwi ini. Pejabat yang berzina cukuplah memberi bukti betapa rendahnya moral pejabat bangsa ini. Satu generasi bukanlah waktu yang lama untuk menunggu, karena sekarang kita sudah benar-benar berada di garda terdepan. Tunggu apa lagi, persiapkanlah bekal untuk segera menggantikan politisi-politisi busuk itu, yang tak ada bedanya dengan lintah darat.

0 komentar:


Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Gowns. Powered by Blogger